USS Lexington (CV-2)
Kapal induk kelas Lexington Angkatan Laut Amerika Serikat / From Wikipedia, the free encyclopedia
USS Lexington (CV-2), (Julukan: "Lady Lex"),[1] merupakan sebuah kapal induk yang dibangun untuk Angkatan Laut Amerika Serikat pada tahun 1921. Ia awalnya dirancang sebagai kapal penjelajah tempur sebelum Traktat Angkatan Laut Washington mengubah dirinya menjadi kapal induk, sehingga pada 1925 kapal ini baru selesai dibangun dan diperkenalkan ke publik, memasuki masa dinas pada tahun 1928 bersama Saratoga di wilayah Pasifik. Julukannya adalah Lady Lex. Keduanya pula menjadi tulang punggung bagi Angkatan Laut Amerika Serikat kala itu dengan rancangan strategi untuk serangan dari kapal induk, latihan para pilot serta simulasi perang.
Foto Lexington dari atas udara 14 Oktober 1941 | |
Sejarah | |
---|---|
Amerika Serikat | |
Nama | USS Lexington |
Asal nama | Pertempuran Lexington |
Dipesan |
|
Pembangun | Fore River Ship and Engine Building Co., Quincy, Massachusetts |
Pasang lunas | 8 Januari 1921 |
Diluncurkan | 3 Oktober 1925 |
Dibaptis | Mrs. Theodore Douglas Robinson |
Mulai berlayar | 14 Desember 1927 |
Reklasifikasi | Menjadi kapal induk pada 1 Juli 1922 |
Dicoret | 24 Juni 1942 |
Identifikasi | Nomor lambung: CC-1, kemudian CV-2 |
Julukan | "Lady Lex", "Gray Lady" |
Nasib | Tenggelam saat Pertempuran Laut Koral pada 8 Mei 1942 |
Catatan | Bangkainya ditemukan pada 4 Maret 2018 |
Selama periode antarperang, dan berkat propeler turbo elektrik yang kala itu amat canggih, kapal ini menolong wilayah Tacoma, Washington dari bencana kekeringan parah dengan cara menyuplai listriknya dari tahun 1929 sampau 1930. Tahun 1931, ia menuju Managua, Nikaragua yang dilanda gempa bumi. Saat Perang Pasifik pecah, Lady Lex membawa sejumlah pesawat pemburu menuju Kepulauan Midway. Berbagai misi pun sempat akan dijalankan, tetapi keraguan komando Angkatan Laut Amerika Serikat ditambah dengan kemajuan Jepang yang impresif, hilangnya Kepulauan Wake dan sejumlah gugus pulau lainnya dan kekuatan Jepang yang masih terlalu kuat, memaksa dirinya harus bersabar. Lexington dikirim ke Laut Koral pada bulan berikutnya untuk memblokade semua usaha Jepang untuk maju dari wilayah tersebut. Kapal ini sempat terlihat oleh pesawat pencari milik Jepang ketika mendekati Rabaul, Britania Baru, tetapi pesawat yang diangkut oleh Lexington berhasil menembak jatuh sebagian besar pesawat pembom maritim yang dikirim oleh Jepang untuk menyerangnya. Bersama dengan kapal induk Yorktown, kapal ini sukses menyerbu kapal barang Jepang di perairan timur Papua Nugini pada awal Maret.
Lexington sempat diperbaiki di Pearl Harbor pada akhir bulan dan berkumpul bersama Yorktown di Laut Koral pada awal Mei. Beberapa hari kemudian Angkatan Perang Jepang melancarkan Operasi Mo, invasi Port Moresby, Papua Nugini, dan dua dua kapal induk Amerika Serikat dikirim untuk mencegat pasukan invasi tersebut. Pasukan tersebut berhasil menenggelamkan kapal induk ringan Shōhō pada tanggal 7 Mei selama periode Pertempuran Laut Koral, tetapi tidak bertemu dengan pasukan utama AL jepang yaitu kapal induk Shōkaku dan Zuikaku sampai esok harinya. Pesawat tentengan Lexington dan Yorktown berhasil membuat Shokaku rusak parah, tetapi pesawat-pesawat Jepang berhasil melumpuhkan Lexington. Campuran dari bensin penerbangan di dalam tanki bahan bakar belakang kapal ini (yang memanjang dari tanki di lunas kapal sampai ke dek hangar) terbakar, menyebabkan ledakan beruntun dan kebakaran yang tak bisa dikendalikan. Lexington akhirnya ditenggelamkan oleh sebuah perusak Amerika pada malam hari tanggal 8 Mei untuk mencegah penangkapan kapal tersebut. Bangkai kapal Lexington akhirnya ditemukan pada bulan Maret 2018 oleh sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh Paul Allen, menemukan kapal tersebut sekitar 430 mil laut (800 km) Timur Laut pantai Australia di Laut Koral.
2 bom dan 2 torpedo ditambah dengan ledakan yang masif sudah cukup untuk menenggelamkan sang Lady Lex, kekalahan yang sangat telak bagi Amerika Serikat dan kejutan bagi Jepang (sekaligus menjadi kapal yang pertama tenggelam dari kubu Amerika Serikat). Namun, setidaknya adiknya, Saratoga dapat bertahan hingga dirinya dijadikan korban keganasan oleh negaranya sendiri.