Toraja Koro
From Wikipedia, the free encyclopedia
Toraja Koro[1] (ejaan Van Ophuijsen: Toradja Koro) adalah pembagian wilayah Toraja Barat oleh Walter Kaudern di zaman Hindia Belanda menjadi dua wilayah, sehingga di tahun 1938[2] wilayah Lore (Lanschap Lore) dipisahkan dari wilayah Poso-Tojo yang menurut peneliti Hindia Belanda wilayah Lore di huni oleh penduduk To Lore di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.[3]
Kebenaran artikel ini dipertanyakan. Kemungkinan isinya berupa hoaks. |
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Lore seperti halnya Lage adalah nama wilayah dari Suku Bare'e yang sudah dari awalnya bernama Lore (wilayah Lore) yang dihuni oleh Suku Bare'e. Adalah Walter Alexander Kaudern atau Walter Kaudern (24 Maret 1881 ā 16 Juli 1942 [4]), yaitu seorang etnografer Swedia. Kaudern mendapatkan gelar Ph.D pada tahun 1910 dan menjadi kurator dari Museum Gothenburg koleksi etnografi.
Pada penulisannya mengenai Toraja Koro (Lore) yang terdiri dari wilayah To Napu (Sigi), Bada, dan Besoa. Desa-desa tua yang terdiri dari Desa Doda, Desa Bariri, Desa Hanggira, Desa Podonia, Desa Rano, dan Desa Bangkeloeho[5] di wilayah Toraja Koro (Lore) yang dulunya merupakan desa tua peninggalan Suku Bare'e di wilayah To Lage (Poso) yang disebut Belanda dengan nama Bare'e-(Toraja) di wilayah Grup Poso-Tojo, penduduk Grup Poso-Tojo tentu saja berbudaya Suku Bare'e karena memang aslinya adalah Suku Bare'e dari wilayah To Lage dan Suku Bare'e To Lage ini sudah pasti setia kepada Kerajaan Tojo yang pada tahun 1770 Suku Bare'e To Lage termasuk wilayah Toraja Koro (Lore) ikut mendirikan Kerajaan Tojo.[6]
Temuan Albertus Christiaan Kruyt bahwa adanya Suku Bare'e (Bare'e-Stammen) yang mengakui dirinya adalah orang Toraja (Toradja) bukan orang Bare'e, dan setelah dilakukan penelitian melalui penyebaran batu menhir Watu Mpogaa ternyata asalnya berasal dari Legenda desa Pamona yang semua penduduk Toraja yang didapatkan Belanda dari wilayah Poso-Tojo tersebut berasal dari Wotu, Luwu Timur.[7]
Dan untuk Grup Poso-Tojo terkenal sebuah Legenda Pamona yang wajib diimani oleh semua Kekristenan di Poso secara turun temurun, Legenda Pamona yang menceritakan sejarah batu menhir Watu Mpogaa yang kini telah menjadi satu-satunya batu menhir milik umat Kristen di Poso, Watu Mpogaa[8] yang mana di tahun 1912 tiga batunya tetap ada. Setiap batu kemungkinan berasal dari salah satu dari enam suku utama dari wilayah Bare'e-(Toraja) dan juga khusus To Bada (lore) yang sudah pasti berbudaya Bare'e, sedangkan To Napu yang berbudaya Sigi-(Suku Toraja|Toraja), dan penyebaran penduduk dari Bekas Desa Pamona ini berimigrasi ke wilayah Wotu, dan kemudian menamakan suku mereka dengan nama suatu suku yang amat sangat jauh berbeda budaya dan bahasa[9] nya dengan suku bare'e.