Perdagangan anak
Perdagangan manusia melibatkan anak usia 18 tahun ke bawah / From Wikipedia, the free encyclopedia
Perdagangan anak merupakan perdagangan manusia dengan korban yang dikategorikan sebagai anak-anak atau orang berusia 18 tahun ke bawah untuk tujuan-tujuan eksploitatif. Dalam Protokol Palermo, Persatuan Bangsa-Bangsa mendefinisikan perdagangan manusia sebagai "perekrutan, pengiriman, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau dengan pemberian hadiah atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memiliki kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi harus mencakup, sedikitnya, pelacuran atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa dengan perbudakan, penghambaan, atau pengambilan organ tubuh".[1] Anak-anak korban perdagangan juga ada yang dipaksa bekerja sebagai tentara anak, dilibatkan dalam tindak kejahatan, dan dijual untuk kepentingan adopsi ilegal.[2] Anak-anak dan perempuan merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban perdagangan manusia.[3]
Ada tiga unsur yang mendefinisikan perdagangan orang, yaitu proses, cara yang digunakan, dan tujuan eksploitasi. Salah satu contoh proses adalah perekrutan, sedangkan metode yang digunakan dapat berupa penipuan. Contoh tujuan eksploitasi bisa bermacam-macam, salah satunya eksploitasi seksual komersial.[4] Kompleksitas tersebut membuat perdagangan orang disebut sebagai serangkaian proses dan bukan peristiwa tunggal.[5] Perdagangan manusia berbeda dengan penyelundupan manusia yang umumnya dilakukan secara sukarela. Korban penyelundupan mengetahui tujuan mereka diselundupkan dan mereka dapat memberikan persetujuan. Penyelundupan juga bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, bukan eksploitasi.[6] Namun demikian, kasus penyelundupan orang juga banyak yang akhirnya terungkap sebagai kasus perdagangan.[7] Batasan antara perdagangan orang dan penyelundupan dalam kenyataannya seringkali kabur. Dalam konteks perdagangan anak, UNODC menyatakan bahwa persetujuan tidak relevan terlepas ada atau tidaknya cara untuk memperolehnya.[8] Dalam kasus perdagangan orang, tidak mungkin ada persetujuan dari korban.[6]
Menurut PBB, perdagangan orang tidak selalu melibatkan unsur pemindahan atau pengangkutan manusia dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam proses perdagangan, misalnya, ada tanda jadi dan korban yang dibatasi geraknya. Dengan kata lain, perdagangan orang lebih menyangkut pada bagaimana korban diperlakukan.[6] Perdagangan anak bisa terjadi di dalam negeri maupun lintas negara[9] dan korban bisa berasal dari berbagai jenis kelamin, usia, keluarga, latar belakang, dan status sosial ekonomi.[10] Sebanyak 32 negara melaporkan adanya kasus perdagangan manusia di negara mereka pada 2009. Namun, diduga hal ini terjadi di lebih banyak wilayah di dunia. Seorang anak dapat diperdagangkan berkali-kali dengan dalih untuk membayar upah agen.[11] ILO memperkirakan ada sekitar 2.5 juta orang dewasa dan anak-anak yang berisiko diperdagangkan di seluruh dunia.[12] Menurut laporan UNICEF yang dirilis pada 2018, perdagangan anak menyumbang sebesar 28% dari seluruh perdagangan orang dan dua dari tiga korbannya adalah anak perempuan.[13] Anak-anak korban perdagangan rentan terpapar kekerasan fisik, psikologis, dan seksual. Mereka juga berisiko mengalami gangguan kesehatan fisik, mental, psikologis, gangguan perkembangan, hingga masalah kesehatan turunan baik jangka pendek maupun panjang,[10] serta kehilangan nyawa.[14]