Medang
kerajaan di Asia Tenggara / From Wikipedia, the free encyclopedia
Kerajaan Medang (bahasa Jawa Kuno: ; kaḍatwan mḍaŋ) atau sering disebut Mataram Kuno adalah kerajaan talasokrasi yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8 M, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10 M, yang didirikan oleh Sanjaya. Kerajaan ini dipimpin dan diperintah oleh wangsa Syailendra dan wangsa Isyana.
Kerajaan Medang kaḍatwan mḍaŋ | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
732–1016 | |||||||||
Wilayah kerajaan Medang periode Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta lingkup pengaruh (mandala) pada Madura dan Bali. | |||||||||
Ibu kota | Mataram (masa Sanjaya) Mamratipura (masa Rakai Pikatan) Poh Pitu (masa Dyah Balitung) Tamwlang (masa Mpu Sindok) Watugaluh (masa Mpu Sindok) Wwatan (masa Dharmawangsa) | ||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Jawa Kuno atau Kawi (utama), Sanskerta, Melayu kuno (alternatif) | ||||||||
Agama | Hindu dan Buddha | ||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||
Ratu / Sri / Maharaja | |||||||||
• 732 | Sanjaya | ||||||||
• 746 | Rakai Panangkaran | ||||||||
• 784 | Rakai Panaraban | ||||||||
• 803 | Rakai Warak | ||||||||
• 827 | Dyah Gula | ||||||||
• 829 | Rakai Garung | ||||||||
• 847 | Rakai Pikatan | ||||||||
• 929 | Mpu Sindok | ||||||||
• 949 | Sri Isyana Tunggawijaya | ||||||||
• 955 | Makutawangsawardhana | ||||||||
• 990 | Dharmawangsa Teguh | ||||||||
Sejarah | |||||||||
732 | |||||||||
929 | |||||||||
• Prasasti Pucangan; Keruntuhan Kerajaan Medang | 1016 | ||||||||
| |||||||||
Dalam sejarahnya, penduduk kerajaan ini sangat mengandalkan pertanian, terutama budidaya padi, namun kemudian mereka juga merasakan manfaat dari perdagangan maritim. Menurut sumber-sumber asing dan temuan arkeologis, kerajaan ini tampaknya berpenduduk cukup baik dan cukup makmur. Kerajaan mengembangkan masyarakat yang kompleks, memiliki budaya yang berkembang dengan baik, dan mencapai tingkat kemajuan teknologi dan peradaban yang halus.[1]
Pada periode antara akhir abad ke-8 dan pertengahan abad ke-9, terlihat mekarnya seni dan arsitektur Jawa klasik tercermin dalam pertumbuhan pesat pembangunan candi, yang menghiasi lanskap kerajaan di Mataram. Candi yang terkenal dibangun pada era kerajaan Medang adalah Kalasan, Sewu, Borobudur dan Prambanan. Kerajaan Medang dikenal sebagai negeri pembangun candi.[2]
Kemudian wangsa yang memerintah Kerajaan Medang terbagi menjadi dua kubu yang diidentifikasi sebagai Syailendra pemuja Siwa dan Syailendra penganut Buddha Mahayana. Indikasi perang saudara terjadi, hasilnya adalah wangsa Syailendra dibagi menjadi dua kerajaan yang kuat, wangsa Syailendra (pemuja Siwa) berkuasa di Jawa dipimpin oleh Rakai Pikatan dan wangsa Syailendra (penganut Buddha) berkuasa di Sumatera dipimpin oleh Balaputradewa. Perselisahan di antara mereka berakhir sampai 938 Saka, atau sekitar 1016 Masehi ketika wangsa Syailendra yang berbasis di Sumatera menghasut Haji Wurawari, seorang vasal kerajaan Medang, dari Lwaram dengan mendapat dukungan kuat Sriwijaya untuk memberontak kepada kekuasaan Dharmawangsa Teguh, dan menyerbu ibu kota Wwatan di Jawa Timur. Serangan tersebut dilancarkan secara mendadak dan tak terduga. Akibatnya, kerajaan luluh lantak dan tak menyisakan apapun kecuali sedikit saja yang selamat.
Seorang bangsawan Jawa-Bali keturunan wangsa Isyana yang bertahan, merebut kembali Jawa Timur, dan selanjutnya pada tahun 1019 mendirikan Medang Kahuripan, sebagai kelanjutan Medang yaitu Airlangga, putra Udayana raja kedelapan dari kerajaan Bedahulu di Bali. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri dari raja Medang, Makutawangsawardhana. Peristiwa tersebut disebutkan dalam prasasti Pucangan yang dikeluarkan oleh Airlangga pada 1041. Selanjutnya kerajaan Airlangga tersebut terbagi menjadi dua, kerajaan Panjalu dan kerajaan Janggala.[3]