Deklarasi Bersama Paus Fransiskus dan Patriark Kirill
From Wikipedia, the free encyclopedia
Deklarasi Bersama Paus Fransiskus dan Patriark Kirill, dikenal juga dengan nama Deklarasi Havana, dikeluarkan setelah pertemuan pertama antara Paus Fransiskus, yang sebagai Uskup Gereja Roma adalah Paus Gereja Katolik, dan Patriark Kirill dari Moskwa, primat Gereja Ortodoks Rusia (GOR)—salah satu bagian dari Gereja Ortodoks Timur—pada bulan Februari 2016. Peristiwa tersebut merupakan pertama kalinya berlangsung pertemuan antara pemimpin Gereja Roma dengan pemimpin Patriarkat Moskwa. Pertemuan ini juga dipandang sebagai suatu momen simbolik dalam sejarah relasi antara Gereja Katolik dan gereja-gereja Ortodoks Timur sebagai satu kesatuan komunitas, yang terpecah pada Skisma Besar tahun 1054, berabad-abad sebelum Patriarkat Moskwa terbentuk; pertemuan ini sebelumnya diperkirakan tidak mengarah pada pemulihan hubungan secara langsung di antara keduanya.[1]
Deklarasi yang berisikan 30 poin ini berisi suatu seruan bersama oleh kedua primat gereja demi berakhirnya penganiayaan terhadap umat Kristen di Timur Tengah serta peperangan di wilayah tersebut. Deklarasi ini juga mengekspresikan harapan-harapan mereka bahwa pertemuan yang mereka laksanakan dapat berkontribusi terhadap kembalinya persatuan Kristen secara penuh (lih. komuni penuh) antara kedua gereja. Serangkaian masalah lainnya disebutkan dalam deklarasi tersebut, yakni ateisme, sekularisme, konsumerisme, migran dan pengungsi, arti penting pernikahan dan keluarga, serta keprihatinan seputar aborsi dan eutanasia.[2]
Menurut pernyataan publik dari kepemimpinan GOR yang dibuat sebelum dan setelah berlangsungnya pertemuan Havana, dokumen ini menekankan bahwa kedua gereja berbagi Tradisi dari milenium pertama Kekristenan, sementara diskusi selama pertemuan tersebut tidak bertujuan memperbaiki perbedaan-perbedaan doktrinal dan gerejawi di antara kedua gereja.[3][4][5][6] Meskipun demikian deklarasi ini berisikan suatu pernyataan kompromi mengenai uniatisme, sejalan dengan deklarasi Balamand,[7] serta konflik di Ukraina. Gereja Katolik-Yunani Ukraina mengungkapkan kekecewaan dan Gereja Ortodoks Ukraina dari Patriarkat Kiev mengkritik isu yang terakhir disebutkan ini.[8][9][10]